HAKIKAT SABAR 1
Sabar
adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah
seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan
ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman
laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka
tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)
Pengertian Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada
Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta
menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir
Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Macam-Macam Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
- Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
- Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
- Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya,
berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar
kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Sebab Meraih Kemuliaan
Di dalam Taisir Lathifil Mannaan Syaikh As Sa’di rahimahullah
menyebutkan sebab-sebab untuk menggapai berbagai cita-cita yang
tinggi. Beliau menyebutkan bahwa sebab terbesar untuk bisa meraih itu
semua adalah iman dan amal shalih.
Di samping itu, ada sebab-sebab lain yang merupakan bagian dari
kedua perkara ini. Di antaranya adalah kesabaran. Sabar adalah sebab
untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak berbagai
keburukan. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah pertolongan kepada Allah dengan bekal sabar dan
shalat dalam menangani semua urusan kalian. Begitu pula sabar menjadi sebab hamba bisa meraih kenikmatan abadi yaitu surga. Allah
ta’ala berfirman kepada penduduk surga,
“Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS. Ar Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun menjadikan sabar dan yakin sebagai sebab untuk
mencapai kedudukan tertinggi yaitu kepemimpinan dalam hal agama.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Dan Kami menjadikan
di antara mereka (Bani Isra’il) para pemimpin yang memberikan petunjuk
dengan titah Kami, karena mereka mau bersabar dan meyakini ayat-ayat
Kami.” (QS. As Sajdah [32]: 24) (Lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 375)
Sabar Dalam Ketaatan
Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa banyak gangguan yang harus
dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus
bersabar untuk menahan rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari
keluarga
dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu
dengan cara menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan
penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.
Sabar Dalam Mengamalkan Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang yang ingin beramal dengan
ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di
hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti
syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal
ahwaa’ yang menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh
yang tidak kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.
Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan terkadang
berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan kedua-keduanya. Dan
kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang berpegang teguh
dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api, maka
cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong”
(Taisirul wushul, hal. 13)
Sabar Dalam Berdakwah
Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang berdakwah mengajak
kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul
karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi
sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”
Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para da’i
pengajak kesyirikan tegak di hadapannya, begitu pula para pengikut dan
orang-orang yang mengenyangkan perut mereka dengan cara itu. Sedangkan
apabila dia mengajak kepada ajaran As
Sunnah
maka akan ditemuinya para pembela bid’ah dan hawa nafsu. Begitu pula
jika dia memerangi kemaksiatan dan berbagai kemungkaran niscaya akan
ditemuinya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa besar serta
orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.
Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi dakwahnya karena dia
telah menghalangi mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang
selama ini mereka tekuni.” (Taisirul wushul, hal. 13-14)
Sabar dan Kemenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan
sungguh telah didustakan para Rasul sebelummu, maka mereka pun
bersabar menghadapi pendustaan terhadap mereka dan mereka juga disakiti
sampai tibalah pertolongan Kami.” (QS. Al An’aam [6]: 34).
Semakin besar gangguan yang diterima niscaya semakin dekat pula
datangnya kemenangan. Dan bukanlah pertolongan/kemenangan itu terbatas
hanya pada saat seseorang (da’i) masih hidup saja sehingga dia bisa
menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi yang dimaksud
pertolongan itu terkadang muncul di saat sesudah kematiannya. Yaitu
ketika Allah menundukkan hati-hati umat manusia sehingga menerima
dakwahnya serta berpegang teguh dengannya. Sesungguhnya hal itu termasuk
pertolongan yang didapatkan oleh da’i ini meskipun dia sudah mati.
Maka wajib bagi para da’i untuk bersabar dalam melancarkan dakwahnya
dan tetap konsisten dalam menjalankannya. Hendaknya dia bersabar dalam
menjalani agama Allah yang sedang didakwahkannya dan juga hendaknya
dia bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan yang menghalangi
dakwahnya. Lihatlah para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu ‘alaihim. Mereka juga disakiti dengan ucapan dan perbuatan sekaligus.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Demikianlah,
tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang sebelum mereka melainkan
mereka (kaumnya) mengatakan, ‘Dia adalah tukang sihir atau orang
gila’.” (QS. Adz Dzariyaat [51]: 52). Begitu juga Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan demikianlah Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada musuh yang berasal dari kalangan orang-orang pendosa.” (QS. Al Furqaan [25]: 31). Namun, hendaknya para da’i tabah dan bersabar dalam menghadapi itu semua…” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Sabar di atas Islam
Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah
radhiyallahu ‘anhu
yang tetap berpegang teguh dengan Islam meskipun harus merasakan
siksaan ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang pasir yang
panas (Lihat
Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122). Ingatlah
bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan yang dialami oleh Ammar bin
Yasir dan keluarganya. Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat
keji sehingga mati sebagai
muslimah pertama yang syahid di jalan Allah. (Lihat
Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122-123)
Lihatlah keteguhan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya bersumpah mogok
makan dan minum bahkan tidak mau mengajaknya bicara sampai mati. Namun
dengan tegas Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan, “Wahai Ibu, demi Allah,
andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu persatu keluar,
sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini…” (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran,
hal. 133) Inilah akidah, inilah kekuatan iman, yang sanggup bertahan
dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai dan topan
kehidupan.
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya cobaan yang menimpa kita pada
hari ini, baik yang berupa kehilangan harta, kehilangan jiwa dari
saudara yang tercinta, kehilangan tempat tinggal atau kekurangan bahan
makanan, itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan yang dialami oleh
salafush shalih dan para ulama pembela
dakwah tauhid di masa silam.
Mereka disakiti, diperangi, didustakan, dituduh yang bukan-bukan,
bahkan ada juga yang dikucilkan. Ada yang tertimpa kemiskinan harta,
bahkan ada juga yang sampai meninggal di dalam penjara, namun sama
sekali itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan mereka.
Ingatlah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3] : 102).
Ingatlah juga janji Allah yang artinya, “Barang siapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan jalan keluar dan Allah
akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath Thalaq [65] : 2-3).
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah,
sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran.
Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti
akan ada kemudahan.” (HR. Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya [636] (Lihat Durrah Salafiyah, hal. 148) dan Al Haakim dalam Mustadrak ‘ala Shahihain, III/624). (Syarh Arba’in Ibnu ‘Utsaimin, hal. 200)
Sabar Menjauhi Maksiat
________________________________________bersambung...............................................